PELATIH tarung derajat Heru Jatmiko merasa memiliki tanggung jawab besar dalam kemajuan prestasi olahraga tarung derajat Semarang dan Kendal.
Meski dalam kepengurusan Kodrat Semarang periode 2010-2014, lelaki kelahiran 4 Februari 1973 itu didaulat menjadi pelatih kepala atau koordiantor pelatih, tetapi tenaganya juga dibutuhkan daerah tetangga yaitu Kendal yang juga diserahi menjadi pelatih utama.
"Saya mendapat tugas dari pelatih utama tarung derajat Jateng untuk melatih dua daerah Semarang dan Kendal. Tugas itu pun saya laksanakan sepenuh hati demi mengembangkan tarung derajat," kata pria dengan tinggi badan 167 cm dan berat 67 kg itu.
Bapak satu anak ini merasa mempunyai tugas yang tidak ringan dalam pembinaan tarung derajat di dua daerah itu. Sejauh ini prestasi tarung derajat Semarang di tingkat Jateng tergolong bagus. Indikasinya dalam dalam Porprov tahun 2009, Kota Lunpia itu menjadi pengumpul medali terbanyak.
Di satu sisi prestasi Kendal tak semoncer Semarang karena dapa Porprov 2009 hanya meraih satu perak dan satu perunggu. "Saya akan berupaya keras mempertahankan prestasi tarung derajat Semarang selama ini dan juga meningkatkan prestasi tarung derajat Kendal. Ini memang berat karena perkembangan olahraga ini sudah merata di Jateng," katanya.
Meski berat, alumnus Fakultas Hukum USM itu akan menjalaninya dengan senang hati. Dia menganggap tarung derajat merupakan jiwanya sehingga dia berprinsip, "dengan senang pekerjaan seberat apa pun menjadi ringan".
Cocok
Suami Titik Aprianita ini mengawali karir di tarung derajat sebagai atlet. Berbagai kejuaraan daerah mau pun Porda telah diikutinya namun belum beruntung untuk meraih medali.
"Sepertinya saya lebih cocok dan beruntung untuk menjadi pelatih. Buktinya saya bisa mengantarkan anak asuh saya menjadi atlet prestasi. Oleh karena itu posisi sebagai pelatih tarung derajat Semarang dan Kendal itu saya jalani dengan sungguh-sungguh," kata lelaki bertubuh gempal itu.
Heru optimistis prestasi tarung derajat Semarang maupun Kendal bisa terus berkembang. Dia pun akan terus mendorong dan membantu menuculnya satlat (unit latihan) di Semarang mau pun Kendal. Tugasnya akan terus menyosialisasikan kepada masyarakat bahwa olahraga asli Indonesia ini tidak dianggap momok karena dinilai olahraga keras.
"Meski berdomisili di Semarang, bukan berarti pilih kasih dalam melatih antara Kendal dan Semarang. Saya akan menularkan ilmu yang sama kepada anak didik. Jika para petarung Semarang dan Kendal bertanding, tidak ada istilah "main mata". Pertandingan diserahkan sepenuhnya kepada atlet untuk mengeluarkan kemampuan terbaik di atas matras," katanya.
Sumber: Suara Merdeka